Kelompok ekstrem ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah), dalam upaya merekrut anggota dari berbagai negara, bukan cuma mengandalkan ideologi radikal dan doktrin agama sebagai daya tarik. ISIS juga menjanjikan hal yang lebih konkret, yaitu iming-iming “gaji besar” dan kesejahteraan. Ini yang membuat sebagian warga Indonesia terpikat untuk bergabung dengan ISIS.
Hal ini terlihat dari hasil penelusuran Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, sebagaimana dilansir oleh Kompas (17/06/2017). Berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI Baghdad (Irak) dan KBRI Ankara (Turki), Kemlu menelusuri identitas sejumlah warga RI yang dikabarkan sempat bergabung dengan ISIS di Raqqa, Suriah.
Ada 16 warga yang tadinya berniat bergabung dengan ISIS. Tapi mereka lalu melarikan diri dari kelompok yang sering melakukan teror itu, setelah sadar sudah tertipu. Janji-janji muluk ISIS ternyata tidak terbukti di lapangan. Para warga RI ini pun kabur dari Raqqa menuju kamp pengungsi Ain Issa, 50 km di utara Raqqa.
Ternyata awalnya mereka terpikat ikut ISIS karena dijanjikan “angin surga,” berupa pekerjaan dengan “gaji besar” dan “hidup sejahtera.” Kebetulan, salah satu warga RI itu memang sedang menderita penyakit berat, yang butuh biaya besar buat pengobatan. Dia berpikir, jika bergabung dengan ISIS, maka persoalan biaya akan teratasi dan akan mendapat layanan kesehatan yang memadai.
Warga ini terpincut oleh propaganda ISIS yang disebarkan secara masif di media online. Ada puluhan ribu situs ISIS atau simpatisan ISIS, yang mempromosikan “kehebatan” ISIS. Situs-situs yang dikelola ISIS itu menjanjikan gaji besar dan kehidupan sejahtera buat mereka yang mau bergabung.
Yang tidak dijelaskan di sana adalah bahwa keuangan ISIS banyak diperoleh dari hasil merampas harta benda milik warga setempat di daerah yang diduduki. Di daerah yang direbut ISIS dan mengandung sumber minyak, ISIS mengeksploitasi minyak itu dan menjual minyak ke pasar gelap untuk meraup keuntungan.
Tetapi yang lebih bermasalah adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang dilakukan secara terbuka dan masif. Warga non-Muslim atau Muslim yang lain aliran (aliran yang dianggap sesat atau menyimpang, seperti Syiah atau pengikut tarekat) menjadi sasaran. Mereka jadi korban pembunuhan, pemerasan, perampasan, perkosaan, atau pengusiran dari tempat tinggalnya oleh ISIS.
Yang terasa ironis, para ideolog atau “ulama ISIS” pintar mengutak-atik ayat al-Quran atau memainkan dalil-dalil agama, untuk membenarkan dan melegitimasi tindakan kekerasan itu. Perempuan dari sekte Yazidi di daerah taklukan, yang dianggap pengikut sekte sesat, misalnya, diperlakukan sebagai “budak” atau “hamba sahaya.” Dan dengan dalih itu, mereka “sah digauli” oleh para “pejuang ISIS” tanpa rasa bersalah.
Sumber: www.trendunia.com
Baca Juga:
ADS HERE !!!